Hampir semua media Italia mengacungkan jempol tinggi-tinggi
kepada Filippo Inzaghi yang sering dijuluki Super Pippo. Tanpa dia mungkin AC
Milan masih akan berkutat di kelas medioker. Tanpa Super Pippo klub yang pernah malang-melintang pada tahun 1980-an dengan
trio Belanda, yakni Ruud Gullit-Frank Rikard-Marco Van Basten, akan terus
dijangkiti problem sulit membuat gol.
Namun, kekhawatiran tersebut dihapus oleh Super Pippo. Gol demi gol dia
lesakkan ke gawang lawan. Tipikal golnya terlihat demikian mudah dicetak. Itu menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang jika melihat teknik spakbola yang
dimiliki Pippo. Pemain langganan tim nasional Italia itu bukanlah striker yang
berteknik lengkap.
Secara teknik, jika dibandingkan dengan Ruud Van Nilstelrooy, David Trezeguet
atau rekan seklubnya, Andriiy Shevchenko, Pippo jauh berada di bawah nama-nama
itu. Selain tekniknya yang buruk, Pippo juga penerima bola yang jelek. Dia kurang
bisa menggiring bola, melewati bek lawan, dan umpannya pun jauh dari sempurna.
Dia tidak kuat seperti Christian Vieri. Bakatnya tidaklah sehebat Raul Gonzalez dan kecepatannya kalah jauh
dibandingkan dengan Sheva, panggilan Andriiy Shevchenko. Tendangannya tidak sekeras
dan seterarah Trezeguet.
MEMBALIK TEORI